Algoritma Asa yang Tergerus Birokrasi: Kisah Guru Honorer Informatika

Ilustrasi Guru Informatika : Dok. Pribadi. 


Prolog

Di tengah gemuruh Surabaya yang tak pernah lelap, di antara gedung-gedung pencakar langit yang menjulang dan denyut nadi kota digital yang kian cepat, ada sebuah kisah yang terukir sunyi. Ini adalah kisah tentang pendar-pendar asa yang tak pernah padam, tentang semangat yang membakar di balik layar yang kian buram. Sebuah kisah tentang Bapak Danu, seorang guru honorer informatika, yang hidupnya adalah simfoni dedikasi dan ujian yang tak berkesudahan.

Jejak Dedikasi di Balik Layar Digital yang Kian Buram

Senja merambat pelan di ufuk barat, memulas langit Surabaya dengan jingga keemasan. Namun, di balik megahnya cakrawala, ada seberkas cahaya lain yang kian pudar, meski masih bergeming: Bapak Danu, guru honorer informatika. Di sudut ruang kelas yang berpendingin seadanya, dengan deretan komputer usang yang berdebu tipis, ia setia menorehkan jejak. Bukan tinta emas yang ia torehkan, melainkan barisan kode, algoritma rumit, dan logika pemrograman yang ia ukir dalam benak para muridnya. Gaji yang tak seberapa, jauh dari kata layak, tak pernah menggoyahkan pendar semangatnya. Ia adalah anomali di tengah deru modernisasi, sosok yang berpegang teguh pada asa di era digital yang serba pragmatis.

Setiap pagi, sebelum embun mengering, bahkan sebelum aroma kopi warung sebelah menguar sempurna, Bapak Danu telah tiba. Disiapkannya perangkat komputer yang kadang rewel, dibersihkannya keyboard yang lengket dan monitor yang buram, dan ditatapnya satu per satu wajah polos yang haus akan ilmu. Ia tahu, di pundaknya terpikul harapan. Harapan akan masa depan yang lebih cerah, harapan akan kecakapan yang mampu bersaing di dunia yang kian berteknologi. Ia tak hanya mengajar syntax dan coding; ia menanamkan logika berpikir, daya kritis, dan ketekunan yang tak lekang oleh waktu. Seringkali, ia harus merangkap menjadi teknisi, memperbaiki perangkat yang rusak dengan modal nekat dan pengalaman otodidak, demi memastikan setiap anak mendapat kesempatan belajar.

Nyanyian Kode, Asa yang Terimpit Realita Birokrasi

Ketika jari-jari kecil para murid mulai lihai menari di atas tuts, menciptakan program sederhana, bahkan menghasilkan animasi bergerak yang menggemaskan, seulas senyum tipis terukir di bibirnya. Senyum itu lebih berharga dari tunjangan apa pun, lebih bermakna dari segala pujian. Itu adalah senyum seorang petani yang melihat benihnya tumbuh subur, senyum seorang seniman yang karyanya diapresiasi, senyum seorang pendidik yang melihat benangnya terajut menjadi permadani pengetahuan.

Namun, belakangan ini, senyum itu kerap diselingi kerutan di dahi. Kedatangan guru-guru baru berstatus resmi, yang kini mulai mengisi jadwal, perlahan menggerus jam mengajarnya. Setiap lembar jadwal yang baru tiba di meja kepala sekolah, seolah mengikis satu per satu jam pelajaran yang selama ini menjadi napas kehidupannya. Walau jam mengajarnya berkurang, tugasnya tak pernah berkurang sejengkalpun. Ia tetap menjadi rujukan utama ketika ada masalah teknis di laboratorium komputer, tetap menjadi tempat bertanya para guru lain yang kesulitan mengoperasikan proyektor, dan tetap menjadi penasihat esktrakurikuler robotika yang pesertanya selalu membludak.

Gaji yang berbanding lurus dengan banyaknya jam mengajar, kini semakin melemparkannya pada titik paling rendah. Honor yang semula hanya cukup-cukup kini kian menipis, nyaris tak berbentuk. Ia merasa kalah oleh sistem yang mengikat, jam mengajarnya terenggut oleh birokrasi ala-ala sekolah. Bahkan, gelar profesional yang susah payah ia raih, yang seharusnya menjadi penunjang status dan kesejahteraan, tak pernah ia sematkan di nama belakangnya. Mengapa harus? Secarik kertas itu, gelarnya itu, tak lebih dari sehelai janji kosong yang tak mampu membantu sedikit pun tunjangan yang sering dijanjikan oleh para pemangku kebijakan. Untuk apa membanggakan sebutan yang tak berbanding lurus dengan realita hidupnya?

Dedikasi yang Diuji, Semangat yang Menginspirasi

Dedikasi Bapak Danu sering teruji, bukan hanya oleh minimnya materi, melainkan juga oleh ketidakpastian status, beban kerja yang tak seimbang, dan terkadang, pandangan sebelah mata dari mereka yang tak memahami perjuangannya. Ada kalanya, ia ingin menyerah. Ada kalanya, ia merasa lelah menopang beban yang tak semestinya. Namun, setiap kali ia melihat sorot mata ingin tahu murid-muridnya, setiap kali ia mendengar celoteh antusias mereka tentang penemuan baru di dunia maya, semangatnya kembali bergelora.

Bapak Danu adalah cerminan ribuan guru honorer lainnya di pelosok negeri, yang dengan segala keterbatasan, dan kini dengan beban ganda, terus menyalakan obor ilmu. Mereka adalah tiang-tiang penopang peradaban digital, meski seringkali berdiri dalam bayang-bayang yang semakin gelap. Mereka adalah arsitek masa depan, membentuk generasi yang cakap teknologi, namun ironisnya, nasib mereka kian terpinggirkan. Semangat mereka, yang tak luntur meski badai menerpa, adalah inspirasi bagi semua. Sebuah pengingat bahwa ketulusan pengabdian sejati tak bisa diukur oleh angka di rekening, melainkan oleh jejak yang tertinggal di hati dan pikiran generasi penerus.

Epilog

Malam semakin larut di Surabaya. Lampu-lampu kota memudar satu per satu. Namun, di sebuah rumah sederhana, Bapak Danu masih terjaga. Di tangannya, ia memegang tumpukan modul baru yang baru ia cetak dan mengunggahnya di blognya , merencanakan pelajaran untuk esok hari. Pendar layar laptopnya menerangi wajah lelahnya, namun di matanya, masih ada kilatan keyakinan. Kilatan itu bukan sekadar cahaya dari piksel-piksel digital, melainkan cahaya abadi dari seorang pendidik sejati. Cahaya yang mungkin tak kasat mata bagi banyak orang, namun akan terus memandu jalan ribuan anak menuju masa depan yang lebih terang. Bukankah sudah saatnya kita melihat, mengakui, dan bertindak nyata untuk menghargai pendar cahaya yang mereka pancarkan, sebelum pendar itu benar-benar padam ditelan ketidakpastian?

Admin usudo.id

Tulisan di Blog ini adalah Kumpulan Tulisan saya , baik yang pernah dipublikasikan di Media Online maupun yang saya upload hanya di sini

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama