![]() |
"Tanaman Kunyit" Dok. Pribadi. |
Duh, pernah enggak sih merasakan drama persiapan mendadak yang bikin kepala berasap, tapi ujung-ujungnya jadi bahan tawa? Nah, begini nih cerita saya hari ini, yang rasanya seperti skenario reality show di rumah.
Sore tadi, senja merayap perlahan, membawa semilir angin
sejuk ke dalam rumah. Saya sedang asyik bersantai, membayangkan malam yang
tenang setelah seharian beraktivitas. Tiba-tiba, suara si bungsu memecah
keheningan, "Pa, besok aku harus pakai seragam batik SD!" Otak
saya langsung memproses informasi tersebut. Batik SD? Ya. Masa Pengenalan
Sekolah biasanya memang masih memakai seragam jenjang sebelumnya. Lagi pula
seragam di Penjahit juga belum selesai. Pikiran saya masih tenang.
"Bajunya sih masih muat, Pa," katanya lagi, sambil
mencoba seragam batiknya. Saya merasa lega karena ingat beberapa bulan sebelum
kelulusan, seragamnya baru diganti. Namun, drama sebenarnya baru dimulai.
"Tapi... rok hitamnya kok jadi pendek banget, ya?" Ia
menarik-narik roknya yang kini menggantung jauh di atas mata kaki. Astaga! Rok
yang seharusnya panjang dan sopan itu mendadak tampak kekecilan. Secara
otomatis, pikiran saya langsung kacau. Harus beli baru? Demi pemakaian sekali
saja? Rasanya ingin berteriak, "Pusing tidak, sih?!"
Belum selesai urusan rok, ada lagi tugas lain yang harus
dipenuhi: membawa tanaman obat herbal tradisional. Untuk perempuan,
wajib membawa kunyit, sedangkan laki-laki, brotowali! Brotowali?
Itu lho, si pahit yang legendaris itu! Pikiran saya langsung melayang. Di mana
mencari tanaman-tanaman itu di sore begini? Si bungsu pulang jam 12 siang tadi.
Andaikan diberitahu lebih awal, pasti ada banyak waktu. Ini sudah menjelang
magrib! Kalau umbi kunyit sih mudah dicari di warung sayur, pagi buta pun sudah
tersedia. Tapi ini yang diminta tanamannya, lengkap dengan daun dan dan
akarnya! Ampun deh, rasanya ingin berguling-guling di lantai saking pusingnya.
Panik? Jelas! Tapi sebagai orang tua, kita harus tetap
tenang. Saya langsung berpikir keras. Ah, teman saya yang satu itu pasti punya
banyak kenalan. Segera saya telepon. Fiuuh, akhirnya ada solusi untuk
urusan tanaman kunyit! Lega sekali rasanya.
Namun drama rok hitam belum selesai. Setelah magrib, saya dimandati
oleh si mama untuk mengantar si bungsu bergegas ke toko pakaian langganan.
"Semoga buka!" batin saya. Ternyata, sialnya, tokonya tutup.
"Mungkin bukanya nanti jam setengah tujuh, pa," hibur si bungsu. Saya
pun mencoba menenangkan diri, Pak Haji pemilik toko biasanya memang berjamaah
di masjid besar kota kami. Kami pun bolak-balik dua kali ke sana, tetap tutup!
Akhirnya, kami memutuskan untuk ke toko yang agak jauh, berharap menemukan rok
hitam yang sesuai.
![]() |
Kunyit. Dok. Pribadi |
Drama belum berakhir! Begitu sampai di rumah, seorang teman
sudah menunggu di teras, sambil membawa... pohon kunyit! "Nah, ini
dia!" batin saya penuh suka cita. Namun, kebahagiaan itu hanya sesaat. Ada
plot twist yang membuat saya ingin menyerah: ternyata yang dia bawa itu hanya tanamannya,
tanpa umbi kunyitnya! Alias, hanya batang sampai daun! Alamaaaak...,
tapi ya sudahlah, namanya juga drama kehidupan.
Malam itu, setelah semua drama berlalu, kami hanya bisa tertawa terbahak-bahak mengingat
semua kejadian konyol itu. Ternyata, di balik segala kepanikan dan kerepotan,
ada pelajaran yang bisa diambil: selalu ada jalan keluar, meskipun
kadang harus memutar otak. Dan yang paling penting, komunikasi dini itu
kunci! Jangan sampai drama MPLS ini terulang lagi, ya. Namun jujur, cerita ini
akan menjadi kenangan manis yang akan selalu kami ceritakan dengan senyum.